Harmonisasi Hindu-Budha di Goa Gajah

OBJEK wisata Goa Gajah terletak di Banjar Goa, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, yang kira-kira berjarak 5 kilometer dari ubud.  Objek wisata spiritual dan alam ini banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancan negara. Sebuah bukti peradaban manusia beribu-ribu tahun yang lalu tersaji di pura Goa Gajah. Sebelum menuju ke objek wisata dengan menuruni anak tangga, artshop yang menjual pernak-pernik khas Bali berjejeran diarea jaba sisi pura Goa Gajah.

Pada  kitab Negarakertagama, yang dikarang oleh Mpu Prapanca pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk di era Majapahit menyebutkan Lwa Gajah terletak di desa Bedulu sebagai tempat bersemayamnya sang Bodadyaksa.

Awal mula penemuan Goa Gajah berawal dari laporan pejabat Hindia Belanda, LC. Heyting pada tahun 1923 yang melporkn temuan arca Ganesha, Trilingga serta arca Hariti kepada pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Dr. WF. Stuterhiem pada tahun 1925 mulai mengadakn penelitian lanjutan. Pada tahun 1950 Dinas Purbakala RI melalui seksi-seksi bangunan purbakala di Bali yang dipimpin oleh J.L Krijgman melakukan penelitian dan penggalian pada tahun 1954 sampai tahun 1979 dan ditemukanlah tempat petirtaan kuno dengan 6 buah patung wanita dengan pancoran di dada dan sampai sekarang keberadaanya bisa dipercaya bisa memberikan vibrasi penyucian aura bagi pengunjung.

Didepan goa terdapat sebuah bangunan yang menyimpan patung Ratu Brayut atau Hariti. Menurut para arkeolog, Hariti adalah tokoh yang berkarakter jahat pada awalnya, namun setelah belajar agama Budha sifat jahatnya berubah menjadi penyayang anak, sebagaimana yang terlihat dalam patung tesebut.

Kompleks Goa Gajah terdiri atas 2 bagian utama, yaitu kompleks bagian utara dan selatan. Kompleks  bagian utara merupakan warisan ajaran Siwa, dengan bukti adanya Trilingga dan patung Ganesha didalam Goa, disinalah tempat umat Hindu melakuakn persembahyangan. Komplek sebebelah selatan Goa Gajah yakni area Tukad Pangkung ditemukan oleh Mr. Congrat Spies pada tahun 1931, berupa stua Budha bersusun 13 dan stupa bercabang 3 yang dipahat dibatu besar. Kondisi stupa yang tidak utuh disebabkan karena bencana alam dahsyat yang terjadi di Bali pada tahun 1917. Diatas tukad Pangkung disebelah selatan terdapat pura Patapan, disini tersimpaan arca Budha yang keberadaanya diperkirakan sejak abad ke-9, merupakan salah satu bukti penyebaran agama Budha di Bali. Bukti-bukti peninggalan erkeologi di Goa Gajah yang bersifat Budhis dan Siwaistis merupakan cermin toleransi kehidupan beragama pada jaman dahulu yang kita warisi sampai saat ini.

Terlihat bebrapa wisatawan asing yang ikut bersembahyang, dan ada pula yang melukat dengan memercikan tirta dari pancoran tempat petirtaan di area pura. Destinasi wisata Goa Gajah nampaknya memberikan berkah tersendiri bagi warga lokal Banjar Goa, beberapa dari mereka berjualan makanan ringan, minuman kaleng dan buah kelapa muda. Sambil ngayah sebelum persiapan odalan mereka menjajakan dagangan kepada para pengunjung. Ada juga yang menjadi juru sapuh pura Petapan yang terletak di kompleks pura bagian selatan yang sudah nyapuh disana kurang lebih 25 tahun, Ni Wayan Klemik namanya. Dia mengaku menjadi juru sapuh dipura Patapan adalah pilihan hidupnya, ia merasa mendapatkan kesehatan dan keselamatan mengingat kelurganya yang pernah dirundung masalah kesehatan. Disana ia mendapatkan kedamaian, ketenangan dan kesehatan. Sembari nyapuh ia membuat canang untuk para wisatawan dan pemedek yang ingin bersembahyang dipura Petapan.

Salah satu pengunjung yang berasal dari Banjar Penaka, Tampak Siring, Gianyar Ketut Sudirman mengaku terpukau dengan keindahan alam dan relief bersejarah yang terpampang di pura Goa Gajah. Setelah sembahyang, ia berjalan mengitari area pura dan mengabadikan keindaahan pura dengan kameranya. C012