Penjualan Lebih Sepi dari Tahun Lalu
MENJELANG akhir tahun 2014, sejumlah pedagang terompet musiman sudah tampak ramai di sejumlah ruas jalan di Kota Denpasar. Seperti tampak , Selasa (23/12) kemarin di Jalan WR. Supratman, Jalan Niti Mandala Renon, Jalan Gatot Subroto, Jalan PB. Sudirman, dan beberapa jalan protokol lainnya.
Berbagai bentuk terompet untuk menyemarakkan perayaan Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 dijajakan para pedagang tersebut. Ada jenis terompet biasa, terompet bunga, terompet kupu-kupu, terompet naga, terompet ayam, dan jenis terompet lainnya. Harga jual pun berbeda-beda, mulai dari Rp 2 ribu sampai Rp 40 ribu sesuai bentuk terompet. Selain terompet juga dijual beragam jenis topi untuk menyemarakkan perayaan akhir tahun ini.
Salah seorang pedagang terompet, Prayitno mengaku, sudah berjualan terompet di Jalan Niti Mandala Renon sejak tiga hari lalu. Pria asal Blitar yang telah menetap di Bali sejak puluhan tahun itu mengaku sudah menjadi rutinitasnya setiap kali menjelang akhir tahun, dia berjualan terompet di sepanjang jalan tersebut. “Saya sudah puluhan tahun tinggal di Bali. Setiap hari saya mengelola warung dan kerja antar jemput siswa. Jual terompet hanya menjelang akhir tahun saja,” katanya.
Prayitno mengaku menjajakan terompet sejak Minggu (21/12) lalu. Menurutnya , tahun ini akan jauh lebih sepi dari tahun-tahun sebelumnya. Buktinya, selama tiga hari pertama dirinya menjajakan terompet, per harinya ia hanya berhasil memperoleh penjualan antara Rp 20 ribu – Rp 10 ribu. Sementara itu, beberapa tahun lalu dia selalu meraup omzet penjualan di atas Rp 100 ribu/hari.
“Tahun lalu sepi. Sekarang sepertinya lebih sepi lagi. Mungkin karena kondisi ekonomi sulit, harga-harga naik. Apalagi di warung di gang-gang juga sekarang sudah banyak yang jual terompet,” tuturnya.
Hal senada juga dikatakaan Ujik. Pria yang telah berjualan terompet sejak tahun 1995 itu mengaku menjual sudah tiga hari berjualan di tepi jalan, namun jumlah pembelinya dirasa masih kurang. Bahkan, ia mengaku pada hari kemarin berjualan dari pukul 10.00 sampai pukul 16.00 Wita hanya memperoleh penjualan Rp 20 ribu. “Ya, memang sepi sekali. Karena tak ada yang beli, saya pun akhirnya tidur saja sambil menunggu pembeli yang datang,” katanya.
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ia mengaku baru seminggu menjelang pergantian tahun penjualannya selalu mencapai ratusan ribu rupiah. “Semoga saja nanti malam, banyak yang beli,” harapnya.
Pria asal Karangasem itu menerangkan, selain pembeli sedikit, perolehan keuntungan per terompet pun kini mengalami penurunan karena harga pokoknya naik. Sedangkan harga jualnya masih sama seperti tahun lalu. Ia mencontohkan, harga terompet yang dulu dibelinya seharga Rp 1.000 kini telah naik menjadi Rp 1.200. Sedangkan harga jual tetap Rp 2 ribu – Rp 3 ribu. Demikian pula jenis terompet naga, terompet bunga dan terompet ayam yang dibelinya seharga Rp 7 ribu hanya mampu dijual dengan harga Rp 9 ribu. Tak lagi bisa menjual dengan harga dua kali lipat dari harga pokok.
Uji mengaku barang dagangan didapatkannya dari agen di daerah Ubung, Denpasar. Jika sepinya pembeli terus berlanjut, dirinya khawatir akan merugi sebab semua terompet yang dijajakannya bukan barang dagangan pinjaman, namun barang dagangan yang telah dibelinya. “Dulu kita bisa pinjam barang. Tapi sekarang tidak bisa pinjam lagi. Sekarang harus beli dan jika tak laku, risiko kita merugi,” seraya mengatakan modalnya untuk membeli barang mencapai Rp 1,5 juta. rap